Buku
karangan Abdullah Gymnasiar. Berikut ini cuplikan isi buku tersebut.
NIAT YANG IKHLAS
Setiap
hamba Allah memiliki kemampuan dan kemauan dalma beribadah yang berbeda-beda.
Sedangkan nilai ibadah seorang hamba di hadapan Allah ditunjukkan dengan
ikhlasnya dalam beramal. Tanpa keikhlasan takkan berarti apa-apa amal seorang
hamba. Tidak akan ada nilainya di sisi Allah jika tidak ikhlas dalam beramal.
Niat
adalah pengikat amal. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi teramat sangat
penting dan akan membuat hidup ini menjadi lebih mudah, indah dan jauh lebih
bermakna.
Balasan
yang dinikmati oleh hamba Allah yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal,
walaupun amalan tersebut belum dilakukan. Disamping itu akan merasakan
ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena dia tidak diperbudak
oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan atau imbalan. Dipuji atau
tidak sama saja.
KONSENTRASIKAN AMALMU HANYA KEPADA ALLAH
Orang
yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi ataupuan
imbalan duniawi dari apa yang dapaat dia lakukan. Konsentrasi orang ikhlas
hanya satu, yakni bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah.
Berhati-hatilah
bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tsb
merupakan tanda-tanda keikhlasan belum sempurna. Yang ukuran nilai ibadahnya adalah
duniawi. Misalnya ketika wudlu…ternyata disamping ada seoran gulaa yang cukup
terkenal dan disegani, makan wudlu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba
dibagus-baguskan.
Hamba
Allah yang ikhlas mampu beribadah secara istiqamah dan terus menerus kontinu.
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas amalnya dalam kondisi ada
atau tidak adanya orang yang memperhatikan adalah sama. Berbeda dengan orang
yang kurang ikhlas, ibadahnya justru lebih bagus ketika ada orang lain
memperhatikannya.
Seorang
pembicara yang tulus tidak harus merekayasa aneka kata-kata agar penuh pesona,
tetapi dia usahakn agar setiap kata-kata yang diucapkan benar-benar menjadi
kata-kata yang disukai Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan
maknanya. Selebihnya terserah Allah, kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata
kita, Allah-lah yang Maha Kuasa menghunjamkannya ke dalam setiap kalbu.
Oleh
karena itu tidak perlu terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah samasekali tidak
membutuhkan rekayasa karena Dia Maha Tahu segala lintasan hati, Maha Tahu
segalanya! Semakin jernih, semakin bening, dan semakin bersih segala apa yang
kita lakukan atau semakain seluruh aktivitas ditujukan semata-mata karena
Allah, maka kekuatan Allah lah yang akan menolong segalanya.
IKHLAS, RAHASIA PARA KEKASIH ALLAH
Seorang
sahabat dengan mimik serius mengajukan sebuah pertanyaan,“Ya kekasih Allah,
bantulah aku mengetahui perihal kebodohanku ini. Kiranya engkau dapat
menjelaskan kepadaku, apa yang dimaksud ikhlas itu?“
Nabi
SAW, kekasih Allah yang paling mulia bersabda,“Berkaitan dengan ikhlas, aku
bertanya kepada Jibril a.s.apakah ikhlas itu?Lalu Jibril berkata,“Aku bertanya
kepada Tuhan yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah ikhlas itu sebenarnya?“
Allah SWT yang Mahaluas Pengetahuannya menjawab,“Ikhlas adalah suatu rahasia
dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hamba-Ku yang Kucintai.“(H.R
Al-Qazwini)
Dari
hadits diatas nampaklah bahwa rahasia ikhlas itu diketahui oleh hamba-hamba
Allah yang dicintai-Nya. Untuk mengetahui rahasia ikhlas kita tidak lain harus
menggali hikmah dari kaum arif, salafus shaalih dan para ulama kekasih Allah.
Antara
lain Imam Qusyaery dalam kitabnya Risalatul Qusyairiyaah menyebutkan bahwa
ikhlas berarti bermaksud menjadikan Allah sebagi satu-satunya sesembahan.
Keikhlasan berarti menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama
makhluk. Dikatakan juga keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan
individu manusia.
TANDA-TANDA IKHLAS SEORANG HAMBA
1. Tidak mencari populartias
dan tidak menonjolkan diri
2. Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian.
Pujian hanyalah sangkaan orang kepada kita, padahal kita sendiri yang tahu keadaan kita yang sebenarnya. Pujian adalah ujian Allah, hampir tidak pernah ada pujian yang sama persis dengan kondisi dan keadaan diri kita yang sebenarnya.
3. Tidak silau dan cinta jabatan
4. Tidak diperbudak imbalan dan balas budi
5. Tidak mudah kecewa.
2. Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian.
Pujian hanyalah sangkaan orang kepada kita, padahal kita sendiri yang tahu keadaan kita yang sebenarnya. Pujian adalah ujian Allah, hampir tidak pernah ada pujian yang sama persis dengan kondisi dan keadaan diri kita yang sebenarnya.
3. Tidak silau dan cinta jabatan
4. Tidak diperbudak imbalan dan balas budi
5. Tidak mudah kecewa.
Seorang hamba Allah yang
ikhlas yakin benar bahwa apa yang diniatkan dengan baik lalu terjadi atau tidak
yang dia niatkan semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah SWT. Misal
ketika kita menjenguk teman sakit di RS luar kota, ternyata ketika kita sampai
yang bersangkutan telah sembuh dan pulang. Tentu sjaa kita tidka harus kecewa
karena niat dan perjalan termasuk ongkos dan keletihannya sudah mutlak tercata
dan tidak akan disia-siakan Allah.
Seorang hamba yang ikhlas
sadar bahwa manusia hanya memiliki kewajiban menyempurnakan niat dan
menyempurnakan ikhtiar. Perkara yang terbaik terjadi itu adalah urusan Allah.
Masalah kekecewaan yang wajar
adalah jika berhubungan dengan urusan dengan Allah, kecewa ketika ternyata
sholatnya tidak khusyu‘, ibadahnya tidak meningkat dsb.nya.
6. Tidak membedakan amal yang
besar dan amal yang kecil
7. Tidak fanatis golongan
8. Ridha dan marahnya bukan karena perasaan pribadi
9. Ringan. Lahap dan nikmat dalam beramal
10. Tidak egis karena sellau mementingkan kepentingan bersama.
11. Tidak membeda-bedakan pergaulan.
7. Tidak fanatis golongan
8. Ridha dan marahnya bukan karena perasaan pribadi
9. Ringan. Lahap dan nikmat dalam beramal
10. Tidak egis karena sellau mementingkan kepentingan bersama.
11. Tidak membeda-bedakan pergaulan.
IKHLASNYA SEORANG MUQARABBIN
Dalam
kitab Al Hikan, karya Syeikh Ibnu Atho’ilah tentang kedudukan seorang hamba
dalam amal perbuatannya, terdapat dua tingkatan kemuliaan seorang hamba ahli
ikhlas, yakni hamba Allah yang abrar dan yang muqarrabin.
Keikhlasan
seorang abrar adalah apabila amal perbuatannya telah bersih dari riya‘ baik
yang jelas maupun tersamar. Sedangkan tujuan amal perbuatannya selalu hanya
pahala yang dijanjikan Allah SWT. Adapun keikhlasan seorang hamba yang
muqarrabin adalah ia merasa bahwa semua amal kebaikannya semata-mata karunia
Allah kepadanya, sebab Allah yang memberi hidayah dan taufik.
Dengan
kata lain, amalan seorang hamba yang abrar dinamakan amalan lillah, yaitu
beramal karena Allah. Sedangkan amalan seorang hamba yang muqarrabin dinamakan
amalan billah, yaitu beramal dengan bantuan karunia Allah. Amal lillah
menghasilkan sekedar memperhatikan hukun dzahir, sedang amal billah menembus ke
dalam perasaan kalbu.
Pantaslah
seorang ulama ahli hikmah menasihatkan,“Perbaikilah amal perbuatanmu dengan
ikhlas, dan perbaikilah keikhlasanmu itu dengan perasaan bahwa tidak ada
kekuatan sendiri, bahwa semua kejadian itu hanya semata-mata karena bantuan
pertolongan Allah saja.“
Tentulah
yang memiliki kekuatan dashyat adalah keikhlasan seorang hamba yang muqarrabin
yang senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar